Perabot Yang Mulia

- Perabot Yang Mulia -

“…Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia” (2 Timotius 2:21)

Metapora (penggambaran sesuatu untuk perbandingan) di atas, perlu dipahami dalam konteks yang benar. Disebutkan ada perabot dari emas dan perak, ada juga perabot dari kayu dan tanah.

Kita tidak dapat berkata, bahwa kita tidak dipakai untuk pekerjaan mulia, karena dari “sono”-nya jenis raw material (bahan asal), atau chemistry-nya (sifat kimiawi bawaan) kita memang sudah kayu dan tanah. “Yeah…bagaimana lagi, wong saya memang beda dengan dia…”. Yang seorang tidak berarti mendapat privilege (keuntungan atau perlakuan istimewa), sementara yang lainnya diabaikan dan diaanggap sepi.

Ingat, kalau kita ini adalah anak-anak Allah, maka kita ini “made in God” (buatan Allah dalam Kristus Yesus) (Efesus 2:10). Artinya kita berasal dari Allah, punya “benih ilahi” yang sama (1 Petrus 1:23 ; 1 Yohanes 3:9), dipersiapkan untuk pekerjaan baik (mulia), dan kehendakNyalah (Ia mau) supaya kita hidup didalamnya.

Jadi kata-kata, sikap hati, cara hidup, komitmen, dan tanggapan kita untuk mau hidup dalam kebenaran, ajaran sehat dan kesucian, itulah yang membuat “seperti apa kita digambarkan”.

Mari perhatikan perikop dimana metapora itu dilukiskan. Ada orang yang bersilat kata, ada orang yang hidup dalam omongan yang kosong, dan yang tak suci. Sementara itu ada orang yang tidak malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran. Ada orang yang hidup dalam kejahatan dan nafsu orang muda. Sementara itu ada yang mengejar keadilan, kesetiaan, kasih dan damai. Ada yang hidup dari soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Sementara ada orang yang ramah, cakap mengajar, sabar dan lemah lembut.

Kehendak “tuannya” adalah memakai setiap perabot untuk maksud yang mulia (karena Dia mulia, rumah-Nya mulia, pekerjaan-Nya mulia), namun semuanya itu banyak ditentukan bagaimana kita merespon “kerinduan dan kehendak” sang Tuan.

Tidak ada komentar: